Monthly Archives: January 2009

Temukan Jawaban di Cosmopolitan FM

Standard

Saya mendapatkan pelajaran penting saat mendengar Cosmopolitan. Dari sebuah obrolan di radio itu saya banyak mengambil soal makna hidup. Sudah 4 bulan terakhir saya sering mendengar istilah ‘Keluar dari zona kenyamanan’. Saya mengira itu hanya selogan ringan semata. Namun ternyata hal itu adalah jawaban dari pertanyaanku selama ini. Paling tidak saya harus banyak menyadari kalau apa yang saya jalankan adalah bagian dari kehidupan. Saya pun sadar kalau apa yang saya jalankan saat ini, belum ada apa-apanya. Masih ada yang harus saya ketahui dari kehidupan jurnalisme profesional.

Doakan saya, saya akan keluar dari Zona itu . . .

Mencoba Keluar Dari Zona Nyaman

Standard

Rasa kesal rupanya tak berhenti hinggapi diri. Rasanya bukan main ingin segera tinggalkan dunia yang penuh dengan konflik. Saya kesal dengan diri sendiri, sungguh tak ingin melihat luar dunia yang penuh dengan problema.

Ada perasaan ketidakmampuan saya menghadapi semua itu, ragu dan bosan sekali. Sempat berfikir untuk terus menjalani ini dengan kesempurnaan. Tapi ternyata, saya memilih untuk keluar dari zona nyaman ini. Tapi apa bisa?

Saya sering mendengar Radio Cosmopolitan. Banyak hal yang saya dapatkan. Salah satunya soal bekerja dengan santai dan bangga dengan bidang pekerjaannya. Apa saya bisa mendapatkan itu semua?

Saya santai dalam bekerja, bahkan begitu santai. Saya bangga sebagai seorang jurnalis, bahkan terlalu bangga. Tapi kenyamanan belum saya dapatkan sepenuh hati…

Apa yang akan saya lakukan? Keluar dari zona kenyamanan atau bertahan dengan bahagia?

Senandung Pengakuan

Standard

Senandung maaf tak kan bisa sembunyikan kata-kata indah yang teruntai dari lubuk hati. Namun ada satu hal yang busi mencairkan suasana itu. Suasana di mana kita pernah bermandikan kasih sayang. Ingin sekali saya ke sana menjemput sang surya. Berharap dia akan menerangi setiap langkah. Bahkan memanjakan kelelahan di sanubari.

Sayang . . . malam ini sepi sekali. Seperti tak ada nafas yang menyisahkan kepedihan ataupun kebahagiaan. Yang ada hanya kelelahan 1 hari di bawah terik. Namun itu sirna sesaat karena melihat pesan singkat di ponselku.

Ada puisi yang sangat puitis jika dibaca perlahan, namun ada juga puisi yang sama sekali tak seromantis kata-katanya.

Namun hanya ada satu perempuan yang bisa membuatku tersenyum setiap saat karena malu akan pujian dan kata-kata sayang.

perempuan itu adalah kau, sayang . . .

Merasa Tidak Berguna

Standard

Akhir-akhir ini saya merasa menjadi orang tidak berguna, jenuhnya luar biasa. Namun ini pilihan, maju atau mundur. Saya pun memilih maju, dan mundur berarti ‘mati’!!! Namun apa yang saya lewati rasanya memberikan sebuah perasaan pahit, di mana saya harus memaksakan kehendak diri sendiri.

Terus mengikuti atau berada di tengah kerumunan yang terus berdesakan. Saya harus ikut kesana, berjejalan dengan ribuan ‘sang hebat’. Ya, bagi saya itu hebat, karena tak semua orang bisa begitu. Inilah tempat yang saya pilih untuk terus bernafas. Namun apakah arti nafas ini, nafas yang selalu ada di setiap waktu, di setiap tempat, dan di setiap keadaan.

Saya ingin seperti nafas, yang hanya diberikan dua pilihan. Berhenti atau tidak berhenti?

Bubarkan PBB . . . ! ! !

Standard

Israel terus melancarkan serangannya kepada warga Palestina di Jalur Gaza meski PBB sudah meminta gencatan senjata. Tidak digubrisnya seruan PBB membuat Ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin meminta agar lembaga tersebut dibubarkan saja.

“Lembaga PBB dibubarkan saja apabila hanya menjadi kepanjangan tangan negara adikuasa seperti Amerika Serikat dan sekutunya Israel,” kata Din dalam rilis yang diterima detikcom di depan 5 ribu massa Forum Ummat Islam, Makassar, Minggu (11/1/2009).

Din mengatakan hal itu karena Israel tidak mengikuti himbauan PBB yang ingin hadirnya gencatan senjata. Israel juga menolak ajakan berunding beberapa negara tetangga.

Din juga menghimbau agar bantuan yang ingin diberikan bagi warga Palestina lebih difokuskan pada obat-obatan, makanan, dan sandang, maupun dana. Din tidak setuju dengan niat beberapa kelompok yang ingin pergi dan ikut berperang di jalur Gaza.

“Saya berpesan, agar bantuan dilakukan dalam bentuk obat-obatan, makanan, dan sandang, maupun dana. Tidak dalam bentuk lain. Rakyat Gaza, sekarang ini hanya membutuhkan itu. Bukan bantuan pasukan perang ke sana,” tegas Din.

(sumber: detikcom)

Pembunuhan Wartawan di Gaza Dikecam

Standard

Organisasi Kantor Berita Asia Pasifik (OANA) mengutuk pembunuhan terhadap Fadal Shana, seorang kamerawan Palestina. Pria berusia 23 tahun yang bekerja untuk kantor berita Reuters itu tewas akibat serangan membabi buta pasukan Israel di Jalur Gaza.

“Pasukan Israel menargetkan kendaraan-kendaraan dan para wartawan yang beridentitas jelas, seperti dengan tanda Press atau TV. Fadal Shana tewas ketika dia merekam gambar tank-tank Israel di Gaza Tengah,” kata Presiden OANA, Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf, Ahad (11/1).

Menurut Wakil Kepala Biro Reuters, Julian Rake, Shana telah melaksanakan tugasnya berdasarkan standar prosedural di bidang pers. Ketika dibunuh, dia mengenakan jaket dengan tanda yang jelas, yaitu tanda pers dan mobilnya juga bertandakan stiker pers.

OANA juga menyerukan perlunya perlindungan terhadap media dan para wartawan akan dijamin oleh pasukan Israel di Gaza. Ia juga meminta kepada dunia kewartawanan untuk meningkatkan protesnya terhadap desakan pasukan Israel soal media yang berupaya meliput konflik di Gaza.

Pasukan Israel memberlakukan blokade terhadap media yang berusaha menulis laporan-laporan mengenai krisis di wilayah Gaza. “Kebenaran tidak bisa dituturkan jika para wartawan tidak bisa bebas bergerak, untuk melakukan wawancara dengan siapa pun yang terlibat, dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri apa yang sebenarnya terjadi di lapangan,” katanya menambahkan.

OANA beranggotakan 44 kantor berita dari 33 negara di wilayah Asia Pasifik. Perlindungan terhadap wartawan dan keselamatan para insan pers merupakan prioritas tertinggi bagi OANA di bawah pimpinan Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf, yang juga merupakan Direktur Utama Kantor Berita ANTARA.

DPM (Dewan Percintaan Mahasiswa)

Standard

Semasa kuliah beberapa waktu lalu saya mendengar anekdot dari beberapa sahabat. Khususnya soal dunia kampus, ada sebuah trasisi atau kebudayaan yang sampai saat ini tidak lekang dimakan usia. Soal cinta dan idealisme Mahasiswa.

Cinta adalah perasaan manusiawi yang ada di diri manuasia. Salah satu kegunaannya untuk mengusir rasa sepi. Di beberapa sinetron, cinta bisa datang kapan saja. Tanpa di duga, dan tanpa dirasa. Anehnya cinta bisa dinikmati kapan saja, terutama jika sedang sepi.

Pernah menyatakan cinta saat sedang mengadakan kegiatan, khususnya malam hati. Pernah cinta lokasi dengan adik kelas saat OSPEK atau MAKRAB. Kata sahabatku, di kampusnya sering seperti itu. Apalagi cinta bersemi dalam 1 atap, yaitu organisasi. Bisa terjadi antara atasan dan bawahan, ataupun antara anak buah.

Obrolan berlajut saat kami mengobrol soal salahsatu organisasi yang ada di kampusnya, yaitu DPMU (Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas). Teman saya banyak cerita kejadian memalukan di dalam organisasi terhormat seperi DPM. Banyak yang memanfaatkannya untuk cinta lokasi.

Kata sahabat saya itu, ‘cinta satu atap’ itu bisa sangat berharga saat DPM mengadakan acara di luar kampus. Mereka yang berpacaran tentu akan merasa senang, mereka bisa memanfaatkannya untuk bercinta di acara itu, khusunya malam hari.

Tapi sayangnya si mahasiswa yang berpasangan tidak menyadari kalau status mereka sebagai mahasiswa, status yang seharusnya terhormat. Bahkan seharusnya mereka mengetahui kalau mereka sedang mempertaruhkan idealisme meraka.

Alkisah . . .
Kampus teman saya sedang mengadakan acara pelatihan kepemimpinan di villa kawasan Puncak Bogor. Panitia terdiri dari anggota BEM dan DPM. Ada beberapa pasangan kekasih yang tergabung dalam panitia.

Penggemblengan dilakukan pada siang hari, sedangkan malam hanya dilakukan untuk santai-santai, namun tidak dengan peserta. Peserta disuruh tidur, dan tidak boleh berkeluyuran di malam hari.

Sedangkan panitia bebas berbuat apapun, termasuk berpacaran. Hasil pantuan sahabat saya, saat itu di ruang tamu penuh dengan adegan mesra beberapa pasangan. Mereka sedang asik mencumbu dan merayu.

“Ini benar-benar ajak pemanfaatan,” begitu kata sahabat saya dengan lantangnya.

Di antara yang sahabat saya sebutkan, ada pasangan yang memang saya kenal. Si pria pernah mengklaim dirinya sebagai “orang yang patut disegani di kampus”. Tapi tetap saja kelakuannya tak mencerminkan mahasiswa sejati. Kerjaannya hanya menakut-nakuti dan sok menampilkan ke-kritisannya. Padahal no action!!!!!

Penjaga villa di kawasan puncak itu punya sebutan lain tentang organisasi ini “DPM, Dewan Percintaan Mahasiswa”.

hahahahahahaaha, bukan main memalukan sekali cerita teman saya!!!