Monthly Archives: November 2008

Selingkuh Yuk . . . !

Standard

Selingkuh belum tentu berakibat buruk, kecuali menyelingkuhi pacar!!!

Baru-baru ini saya mendapatkan tawaran bergabung di sebuah band yang sudah berdiri kurang lebih 5 tahun. Namanya saya rahasiakan, karena tak enak dengan orang yang mengajak. Alirab band itu rock yang mempunyai musik agak rumit. Itu idealis saya, bukan musik yang ringan…..

Tapi di sisi lain, saya sudah mempunyai band bersama teman-teman kuliah. Namanya Relovers, band ini dari 2005 terbentuk. Alirannya belum jelas, masih belajar, karena kita semua amatiran.

Mana yang harus saya pilih?

Untung Belum Beli D-ONE DM 289

Standard

Saya sangat berniat membeli ponsel dual GSM dan CDMA. D-ONE DM 289 pun menjadi alternatif pilihan karena fitur yang lumayan dan harganya murah. Tapi ternyata . . . .

BACA ARTIKEL DI BAWAH INI
===================
Sarindo HP D-ONE DM 289
Kecewa Dan Rugi Beli D-ONE DM 289
Jumat, 28 November 2008 | 16:05 WIB

Pada 20 juni 2008, saya membeli produk SARINDO HP D-ONE DM 289 di ITC fatmawati lt.3. Saya menerima hp tersebut dalam kondisi baik dan masih segel. Sesampainya di rumah saya mencoba semua aplikasi yg ditawarkan ternyata aplikasi yang saya inginkan tidak satupun yg bisa aktif ( WAP tidak bisa, external tak bisa, modem tidak bisa, tidak bisa konek ke PC). Padahal justru itu yang ditampilkan iklan jual dari produk DM 289 besoknya saya bawa kembali ke toko dengan maksud menjual tapi harganya surah turun skitar 1juta (padahal baru sehari). Karena tidak sesuai, akhirnya saya bawa ke service sarindo di Panglima Polim.

Sesampainya disana, staf Sarindo tidak bisa memperbaiki dengan alasan tidak punya kable data (tempat service tapi tidak punya cable data? Aneh bukan?) Tanggal 9 Oktober 2008, saya membawa hp tersebut ke Sarindo Ambassador. Perbaikan kurang lebih seminggu seminggu. Kemudian saya balik lagi dan ternyata hp hanya bisa baca eksternal dan connect to PC. Sementara wap dan modem belum bisa. Hp harus diservice ke pusat. Tidak masalah seminggu. Kemudian saya inisiatif untuk hubungin Sarindo (karena dari pihak sarindo tidak ada kontak mengenai hp saya tersebut). Tapi jawaban kalau hp sudah dikembalikan ke servis Ambassador tapi kondisi masih sama saya coba telpon ke pusat dan jawaban mereka kalau sistem atau setting-nya sudah berubah, sehingga saya harus menunggu lagi.

Sebulan berlalu, tapi Sarindo belum bisa memastikan sistem tersebut. Akhirnya mereka memberi solusi untuk trade in dengan DM289i dan saya harus membayar biaya tersebut buat saya biaya tak masalah. Tapi yang jadi masalah adalah tanggung jawab dari pihak Sarindo karena HP tersebut masih Garansi ditambah lagi kerusakan atau tidak aktifnya aplikasi bukan karena kesalahan saya.

Sebagai konsumen harusnya saya mendapat penggantian penuh dari Sarindo. Tapi karena tidak ingin berlama-lama saya mengambil inisiatif trade in fifty-fifty. Itupun saya masih harus menunggu seminggu untuk keputusannya. Seminggu kemudian keputusan disetujui oleh Sarindo dan sampai sekarang saya masih harus menunggu untuk barang yang akan di trade in tersebut. Selain kwalitas hp yang mengecewakan juga pelayanan dari pihak Sarindo yang terus melempar saya kesana kemari. Ini pengalaman terburuk dan tempat servis terburuk yang pernah saya alami selama menggunakan telepon genggam.

farida
jl. h syaip III no 58
jakarta

Obsesi di SMU

Standard

ria.jpg ria-2.jpg ria-3.jpg ria-4.jpg

Ini Ria, saya lupa nama lengkapnya. Ria teman saya semenjak SMA di SMA 6 kelas 3 IPA 6.
Terus terang, sejak pertama kali dia kelas 2, saya begitu terobsesi dengan Ria. Dia cantik dan sedikit lucu. Karena nada bicaranya yang agak imut dan terkesan lugu. Dulu saya senang melihat dirinya, sampai-sampai dia mengadu ke pacarnya.
Beruntung pacarnya nggak melabrak saya, hehehehehe.

PECAT Karyawan yang Nggak Profesional !!!!!

Standard

Saya mohon kepada rektorat Universitas Indonusa Esa Unggul untuk tidak membiarkan buruknya pelayanan akademis kampus. Rektor harus tegas memecat karyawan yang jelas-jelas menyusahkan mahasiswa yang telah membayar mahal biaya pendidikan. Bayangkan saja tak kurang dari 3 juta rupiah uang mahasiswa hilang setiap harinya untuk membayar uang semester.

Untuk adik-adik yang baru memilih perguruan tinggi untuk melanjutkan pendidikan, pilihlah perguruan tinggi yang berkualitas dan tidak menyusahkan mahasiswanya.

Ngakunya Kampus e-learning !!! Tapi Saya ‘Sangat Amat’ Kecewa dengan Pelayanan Universitas Indonusa Esa Unggul

Standard

Sebagai alumnus Universitas Indonusa Esa Unggul (UIEU), saya sangat jauh dari rasa bangga. Kenapa? Semenjak semester awal (tahun 2004) hingga sekarang, saya selalu menemukan masalah. Parahnya itu semua kesalahan ada pada pihak kampus. Tapi tetap saja, mahasiswa yang harus menanggungnya.

Seperti apa yang saya alami kemarin (26/11/2006), saya berniat ingin mengambil ijazah S1 (sarjana Ilmu Komunikasi) di kampus. Seharusnya dari kemarin Ijazah saya ambil, tapi waktu saya terlalu sibuk. Ada beberapa syarat untuk mengambil ijazah, pertama tanda tangan Pembantu Dekan bidang akademik (Pudek I) untuk bukti kalau saya lulus semua mata kuliah. Kedua, Tanda tangan Kepala Perpustakaan untuk bukti kalau saya sudah memberikan sumbangan buku dan hardcover skripsi, Ketiga, tanda tangan Kepala BAUK (Biro Keuangan Kampus) sebagai bukti kalau saya sudah tak ada hutang, dan keempat tanda tangan BAA sebagai bukti kalau saya sudah memberikan foto untuk ijazah.

Ada 1 syarat yang belum saya penuhi, yaitu meminta tandatangan BAUK. Saya menemui Pak Sahrul untuk meminta tanda tangan. Tapi ternyata pria berambut dan berkumis putih itu mengatakan kalau saya belum membayar uang sidang skripsi. Saya pun terkejut, dan sempat terjadi adu mulut padahal saya sudah melunasi semua keuangan kampus. Dalam data base kampus, tercatat saya masih mempunyai hutang Rp 575.000 karena belum membayar uang sidang. Saya pun berpikir, kalau saya belum bayar uang sidang, berarti saya nggak bisa ikut sidang, lalu saya pun tidak lulus dan tidak bisa ikut wisuda. Karena persyaratan sidang pun harus memberikan bukti pembayaran. Aneh sekali, saya sudah lulus dan diwisuda Oktober 2008 ini. Sia-sia saya berdebat dengan dia, saya pun langsung dioper ke Fakultas untuk menanyai soal bukti pembayaran sidang.

Saya pun tak berlama-lama dan langsung ke Fakultas Ilmu komunikas di lantai 5 dengan menaiki tangga. Karena lift kampus yang berjumlah 2 sedang mati satu, Mahasiswa pun berjubel di depan lift. Saya menemui Pak Aris (Pudek II Fikom bid. Keuangan) yang sebelumnya harus menunggu 30 menit untuk menunggunya selesai rapat. Pak Aris menyelusuri di data base yang sama seperti apa yang dicari Pak Sahrul. Ternyata pembayaran uang sidang saya masuk ke rincian pembayaran uang semester pendek (SP) semester ganjil (semester 7). Ini mengejutkan, berarti ada kesalahan BAA dalam menginput data. Karena meskipun mahasiswa membayar uang kuliah via ATM, mahasiswa harus memberikan fotocopy struk ATM untuk dimasukkan datanya secara manual oleh pegawai BAA.

Pak Aris memberikan solusi, saya diminta menjelaskan kesalahan ini semua ke Pak Faisal (Kepala BAUK, atasan Pak Sahrul) yang ada di ruang biro SDM di lantai 5. Saya pun segera menemui Pak Faisal, dan dia memenukan kesalahan yang sama seperti apa yang disimpulkan Pak Aris. Pria berkulit gelap itu pun memberikan memo kepada bawahannya (Pak Sahrul) untuk meng-ACC form pengambilan ijaza saya. Tanpa banyak pikiran saya pun langsung kembali ke lantai 1 untuk menemui Pak Sahrul di BAA.

“Oh salah input,” begitu tanggapan dingin Pak Sahrul dan saya sangat kewa dengan tanggapan itu. Kesalahan ini jelas sekali karena buruknya sistem data base kampus yang mengklaim sebagai kampus berbasis e-learning. Akhirnya form pengambilan ijazah lengkap ditanda tangan oleh birokrasi kampus. Saya balik lagi ke lantai 5 ke ruangan biro SDM untuk menemui Bu Anis untuk mengambil ijazah.

Tapi apa yang terjadi, saya kembali menelan pil pahit dari buruknya sistem pelayanan akademik kampus. Rupanya saya harus meminta tandatangan Pembantu Dekan I bid. Akademik (Pudek I) untuk meminta tandatangan bukti kalau saya sudah menyelesaikan urusan akademik kampus seperti matakuliah. Padalah jelas sekali dalam form saya sudah ditandatangan pihak fakultas kalau saya sudah memberikan revisi skripsi. Namun Bu Anis beralasan Pudek I Fikom sudah ganti, jadi harus ditandatangan lagi kalau tidak ingin dipermasalahkan di BAA. Lagi pula apa bedanya persetujuan Pudek dulu atau sekarang, kan masih dalam satu sistem.

Pelayanan Kampus yang buruk, malah mahasiswanya yang kena batunya. Setelah saya merasa kesal dengan pelayanan kampus yang buruk itu, akhirnya saya memutuskan menunda pengambilan ijaza saya. Saya merasa dipermainkan dan dipersulit karena dibiarkan bolak balik menemui birokrat yang berkinerja buruk. Bayangkan saja, saya harus bolak balik dari BAA (lantai 1), Fakultas Fikom (Lantai 5), Ruang biro SDM (lantai 5), BAA (lantai 1), dan ruang biro SDM (lantai 5). Kalau saya melanjutinya saya harus kembali ke Fakultas Fikom (lantai 5), balik lagi ke biro SDM (lantai 5), dan ke BAA (lantai 1) untuk meminta cap kampus dan legalisir ijazah.

Padahal kalau dipikir-pikir bisa saja masalah saya diselesaikan di meja Pak Sahrul. Ia bisa memcari di dimana kesalahan data input pembayaran saya. Padahal dari awal, saya sudah memberikan argument kalau saya sudah membayar uang sidang. Tapi dia lebih memilih lepas tangan dan mengoper saya ke Fakultas. Sehingga saya harus bolak balik bertemu dengan birikkrat kampus yang tidak menyelesaikan masalah.

Masih banyak perjalanan saya untuk mengambil hak saya selama 4 tahun kuliah. Saya harus mewati birokrasi yang sangat berbelit.

Sebenarnya buruknya pelayanan Kampus UIEU bukan untuk pertama kalinya, tapi sangat sering sekali. Tapi tidak banyak mahasiswa yang berani memprotesnya, mungkin karena takut dengan pihak kampus itu sendiri.

Kampus Saya Memang Sialan….!!!!!

Standard

Dari awal sampai akhir kuliah yang saya temukan hanya kesusahan saja. Memang benar adanya kalau saya menyebut kalau ‘kampusku memang kampus sialan’. Bagaimana tidak, selama saya kuliah pelayanannya sangat tidak memuaskan bahkan sangat murahan. Padahal saya sudah membayar uang semester 3 juta besarnya setiap 6 bulan. Tapi pelayanannya tidak pantas untuk ukuran e-learning campus.

Seperti yang saya alami sekarang. Saya ingin mengambil ijazah. Salah satu persyaratan harus lunas uang kuliah. Tapi yang saya dapatkan adalah penolakan, karena kata Petugas BAA Indonusa Esa Unggul saya belum membayar uang sidang skripsi.

Sekarang logikanya, kalau saya belum membayar uang sidang, mana mungkin saya bisa lulus skripsi dengan nilai ‘B’ dan status saya sebagai sarjana Ilmu Kumunikasi.

Kira-kira siapa yang bodoh????

Apa Keputusan Terbesar di Umur 27 Tahun

Standard

Belum lama ini saya banyak berbincang dengan teman saya soal pernikahan. Dia mengatakan ada sebuah rahasia si umur 27 seorang manusia. Akan ada keputusan penting yang akan di ambil, dan itu akan mempengaruhi hidupnya. Soal apa saya masih penasaran, tapi katanya itu akan terjadi oleh setiap orang pada umur 27 tahun.

Ada 2 hal yang saya tebak soal rahasia itu. Pertama menyangkut soal pernikahan dan karir, termasuk gaya hidup. Tapi saya masih condong ke masalah pernikahan. Mungkin itu yang benar. Untuk sebagian orang, 27 tahun sudah cukup untuk membina keluarga. Apa benar? Saya pun masih ragu.

Lalu keputusan terbesar apa yang akan diambil seseorang di umur 27 tahun?

Masa-masa Kemunafikan Berjaya

Standard

Di pertengahan tahun 2005 kampus saya mengalami perubahan besar-besaran. Mungkin hanya saya yang merasakannya, di mana mahasiswa dipaksa menyerah terhadap kebijakan kapitalis kampus. Tak hanya mahasiswanya yang dipaksa tunduk, tapi organisasi kampus seperti BEM, UKM, dan DPM juga berhasil dikuasai. Mereka dibiarkan ‘liar’ membuat aturan main sendiri.

Banyak bari mantan-mantan Preseiden Mahasiswa dan menteri-menterinya dianggap sebagai ‘ayam buras’. Dikasih makan sampai ‘tak enak’ mengkritik kampus. Malah mereka banyak menyerang mahasiswa-mahasiswa yang sadar akan kekacauan ini. Lihat saja saat DPMU di era saya mengeluarkan sebuah jurnal untuk mengakomodasi aspirasi pengkritik kebijakan kampus. Namanya Jurnal DPMU, saya bagian dari ini.

Salah seorang mantan pejabat Senat kampus langsung menyerang dan menyatakan tidak setuju dengan semua yang saya lakukan. Usut punya usut saya akhirnya mengetahui mengapa dia seperti itu. Rupanya dialah ‘Si Ayam Buras’ itu. Bukan rahasis juga kalau dia ternyata dekat dengan pihak kampus. Setiap kampus mengadakan acara, seperti wisuda, dia ikut dalam kepanitiaanya. Dia hanya mengincar uang sebesar Rp 50.000 hingga Rp 200.000 per event. Jelas tujuannya dia menjadi antek kapitalis adalah uang.

Saat malam wisuda saya, beberapa alumnus demisioner Senat datang. Dari mantan Presiden Mahasiswa sampai mentan menteri-menterinya datang. Mereka sudah menjadi mantan koruptor. Entah berapa banyak uang mahasiswa yang mereka makan, mungkin itu cukup untuk membeli pulsa ponselnya. Mungkin untuk mengganti ponselnya dengan kualitas 3G.

Sekarang, mahasiswa di kampus saya telah kehilangan jatidiri. Mereka tak lagi mengenal pemberontakan, mereka tak lagi mengenai kemunafikan, dan mereka juga sudah ‘terjlat’ oleh Tri Darma Perguruan Tinggi yang sudah membusuk.