Catatan Pinggir 30 Juli 2006

Standard

Senin, 30 Juli 2006

 

Sebenarnya banyak hal yang mau saya tuangkan di harian ini, tapi semenjak saya jadi ketua DPMF pulang larut terus karena rapat-rapat persiapan Mubes Awal. Memang jadi ketua DPMF, sibuk-sibuknya di awal dan akhir masa jabatan. Pertengahannya cuma mengawas kinerja dan mengurus isu-isu politik kampus, tentunya politik-politikan. Siang ini Ghamal membuka pengrekrutan untuk anggota BEMF, tapi hasilnya menyedihkan, hanya 6 orang yang daftar – 1 orang dari 2004 dan 5 orang dari 2005. yang lain kemana ?

Dalam ruangan PKM saya banyak yang mengobrol tentang masalah kabijakan dan aturan-aturan ‘tai kucing’. Kami beranggapan banyak kebijakan-kebijakan kampus yang jelas-jelas menyengsarakan mahasiswa, tapi saya aneh sama pihak DPMU dan BEMU yang terkesan meng-ia-kan apa yang yang dikatakan Rektor itu. Sepertinya kata-katanya seperti puisi indah yang membuat orang terpana, padahal semua nggak jelas alias fiktif. Sebutlah kebijkan yang mengharuskan mahasiswa 2005 membayar uang BPP Pokok SP (semester pendek) sebesar 300 ribu, jelas-jelas semester pendek itu nilainya akan digabungkan dengan semester genap dan semester pendek berlangsung hanya 1 bulan.

Kebijakan itu terus terang sangat menyengsarakan orangtua mahasiswa (bagi yang masih nete) dan mencekik mahasiswa (bagi yang mandiri). Tapi masalah itu sudah diangkat oleh BEMU, dan kemarin BPP Pokok SP ditiadakan. Masalah selanjutnya tentang dana surplus Fikom yang masih ada 2 juta sekian, hasil perbincangan saya dengan Haswardi bahwa dana itu hangus dan tidak diakumulasikan ke dana IKM tahun depan. “Nyesek hati ini, yang make siapa? yang kena batunya siapa?”. Padahal diantara Fakultas lain, Ekonomi-lah yang mempunyai dana IKM devisit, mereka devisit 14 juta sekian. Ini sama saja devisit dana tersebut dibebankan oleh Fikom bersama Fakultas lainnya, keparat.

Sebenarnya hal ini sangat mudah diselesaikan, tapi pihak BEMU terlalu kaku dalam organisasi dan terlalu mengikuti prosedur yang terang-terangan merugikan mahasiswa. Kalau terjadi devisit dana di salah satu Fakultas, BEMU bisa mengurangi dana IKM Fakultas tersebut sesuai dengan dana yang devisit. Namun Haswardi terlalu mengikuti system yang telah diatur BAUK, bahwa surplus akan hangus dan tidak akan diakumusikan jika terjadi devisit dana IKM secara keseluruhan. Apa maksudnya?, sama saja Fikom saat ini dijadikan kambing hitam. Saat BEMU membagi dana IKM, maka dengan mudak BEMU memotong dana IKM fakultas yang devisit dan hasil potongannya dapat dilempar ke dana IKM BEMU yang surplus (tentunya sesuai dana yang berlebih, tidak lebih tidak kurang).
Tentang otonomi Fakultas juga kami bahas, otonomi Fakultas yang Haswardi pahami tidak lebih dari pengalihan tanggung jawab semata, dari Presma ke Dekan. Prosedur pengajuan dana IKM sebelum otonomi Fakultas;

 

PROPOSAL—-GUBERNUR—-DPMF—-PRESMA—-PIHAK UNIV (PUREK III / PAK IRWAN)

 

Dan setelah otonomi Fakultas;

 

PROPOSAL—-GUBERNUR—-DPMF—-DEKAN / PEDEK III PIHAK UNIV (PUREK III / PAK IRWAN)

 

Kalau diperhatikan sekilas memang sama, awalnya proposal dan ujungnya pihak univ yang diwakili pak Irwan atau pak Holiq (tergantung wewenang dan kebutuhan). Itulah masalahnya, yang saya tahu otonomi merupakan pemberian kekuasaan kepada daerah (Fakultas) dalam mengelola kepentingan dan keperluan (dana), artinya segala keputusan di pegang Fakultas dan Universitas hanya sebagai pengawas dan meminta pertanggung jawaban. Dalam pengajuan dana, mahasiswa cukup meminta persetujuan dari Pudek III dan Gubernur, dan yang meminta dana cukup bertanggungjawab dengan Fakultas. Ketika sudah berurusan dengan Fakultas, maka mahasiswa tidak usah lagi berurusan dengan pihak Univ yang memuakan. Kalau digambarkan bagannya seperti ini;

 

PROPOSAL—-GUBERNUR—-DPMF—-DEKAN / PEDEK III

 

Kemarin hari saya dan Ghamal bertemu dengan pak Dani di Fakultas, kami membicarakan tentang situsi Fikom dan sekedar curhat dan tukar pikiran. Yang paling menarik adalah saat saya menanyakan tentang keberadaan pak Irsan yang basih menduduki kursi Pudek III yang sebenarnya status dia tidak jelas alias Pudek III palsu. Pak Dani barjanji bahwa Agustus nanti ada pengganti Pudek III palsu itu. Namanya pak Aris, backgrounnya tehnik dan sekarang sedang ambil S2 komunikasi. Rencananya selain menjadi Pudek III Fikom, dia akan mengurusi bidang SDM Fikom dan bertanggung jawab dengan mutu Fikom selanjutnya.

Berbeda jauh dengan pak Irsan yang lulusan SMA, dan tidak punya kebisaan. “Lalu akan dikemanakah pak Irsan?”, tanyaku. “Bisa saya PECAT”, tegas Dekan. Namun sebelum itu, pak Dani menawarkan pilihan kepada calon demisianer Pudek III itu. Ditawarkan kebagian lain atau menjadi Pudek III selanjutnya, dengan syarat harus melanjutkan sekolah dahulu. Jadinya dia seperti ‘mahluk buangan’ yang terasingkan, apa sih kebiasaannya?, mungkin hanya bisa ngedoktrin saja. Tapi prediksiku dia akan menempati di bagian peminjaman aula, soalnya kemarin melihat bu Yoana (kabag. Peminjaman Aula Kemala) berpapasan dengan pak Irsan dan terlihat memberikan selamat dengan berkata, “bulan Agustus yah”. saya sih berharap dia segera keluar dari Fikom.

Sebenarnya banyak hal yang saya sedihkan dari keadaan Fikom yang sepertinya kehilangan taringnya, yaitu: ketika mahasiswa Fikom menutup mata dari kepedulian dan mementingkan ego, dan saat tidak ada lagi mahasiswa yang solid dan mempunyai komitment untuk membangun organisasi Fikom hingga penuh kejujuran. Dari parlemenku sendiri, saya takut anak buahku tidak solid dan menyerah.

Leave a comment